Selasa, 24 April 2012

Window




 “Love has its own way to bloom inside people’s heart..”
Sudah seminggu aku menjalankan tugas menyebalkan ini, menjaga perpustakaan sekolah. Aku harus duduk diam di sini saat siswa yang lain disibukkan dengan berbagai kegiatan ekskul di luar sana, hanya diam di meja penjaga perpustakaan sampai waktu kerjaku habis.
Hanya segelintir orang yang mengunjungi perpustakaan ini, menambah rasa bosanku. Sebagai anggota osis baru, kami diwajibkan melakukan tugas-tugas yang semuanya membosankan. Aku terpilih menjaga perpustakaan seusai kegiatan sekolah selama sebulan ini. Aku hanya ingin segera terbebas dari tempat ini, dari tugas ini secepat mungkin.
Namun… keinginanku mendadak berubah, sejak dua hari yang lalu.. karena dia. Aku tak bisa menghentikan detak jantungku saat pertama kali melihatnya bahkan sampai sekarang. Aku hanya bisa menatap sosok itu diam-diam. Posisi duduk kami bisa dibilang berhadapan meski dipisahkan oleh jarak yang sedikit jauh. Memudahkan aku mengamati tiap sudut dan lekukan di wajah indah itu.
Dia menghabiskan waktunya di perpustakaan ini hanya untuk duduk di bangku dekat jendela, menatap ke luar tanpa sedikitpun memalingkan wajahnya hingga sore menjelang. Dia akan berdiri dengan sendirinya begitu aku mulai beranjak dari tempat dudukku berniat merapikan keadaan perpustakaan sebelum aku pulang. Tanpa melihatku dia selalu datang dan meninggalkan tempat ini, begitu seterusnya.
Kami berdua tak pernah berbicara bahkan bertatapan, aku seakan tak ada di hadapannya. Tapi bagiku melihat wajah indah yang dipenuhi ketenangan itu sudah lebih dari cukup, setidaknya dia menjadi satu-satunya penyemangatku untuk menjalankan tugas ini. Aku tak pernah bosan menatap dirinya diam-diam seperti sekarang, tak ada yang mengalahkan mata sendunya saat melihat penuh kekaguman ke luar sana, terkadang aku ingin tahu.. sebenarnya apa yang dia lihat di balik jendela itu, Ada siapa atau mungkin apa di bawah sana?
Akhirnya setelah perang batin selama satu jam, aku memberanikan melakukan ini…
“E..ehm.. y..yaa, kau yang di sana..”
“……”
Sial.. dia hanya diam tak membalasku, mungkin suaraku terlalu kecil dari meja ini. Mengubur rasa malu dan gugup aku berdiri berniat mendekatinya. Baru saja aku berdiri, tubuhnya terlihat sedikit tersontak. Dia segera melihat jam tangannya, mungkin dia pikir.. sudah waktunya perpustakaan ini tutup.
Mendapati saat ini baru jam setengah tiga sore dia segera menatap ke arahku heran, baru kali ini.. dia melihatku secara langsung. Berhasil membuatku mengeluarkan keringat dingin tiba-tiba. Sementara dia kembali menatap ke jendela mengacuhkanku, sinar matanya sekarang terlihat jauh berbeda dari biasanya. Aku menelan ludah dan menghela nafas sejenak, mengurungkan niatku hari ini. Mungkin besok.
***
Seusai mata pelajaran terakhir, dengan semangat yang luar biasa aku berlari ke perpustakaan, jujur saja sampai saat ini aku belum tahu dia berasal dari kelas mana. Sejak dulu aku tak pernah peduli dengan keadaan sekitarku.
“Joohye!” Suara yang kukenal memanggilku dari belakang, aku lantas menghentikan langkahku.
“Wae, Min-ah?
“Hari ini kau bolos saja dari tugasmu itu, ikut aku ekskul basket!” Min menunjuk dirinya sendiri, berjalan menghampiriku.
“Mwo?” Aku menatapnya heran.
“Banyak namja keren, ayo!” Kali ini dia tersenyum menggoda, mengaitkan lengannya menarikku dengan cepat.
“Y..yaa.. hentikan, aku lebih suka duduk di perpustakaan. Bye-yeom, Min jelek!” Aku melepaskan tanganku, kemudian menjulurkan lidah meninggalkan sahabatku itu secepat mungkin.
“Mworago?! Yaa.. Joohye sejak kapan kau jadi kutu buku hah!?” Sayup-sayup teriakan Min masih terdengar.
Aku terus melangkah dengan senyum mengembang membayangkan seseorang yang membuatku betah berlama-lama di perpustakaan. Karena terus berlari dengan kecepatan penuh hingga tak mampu mengerem, aku terpaksa menabrak pintu perpustakaan, terdorong kuat ke dalam.
“Ya Tuhan, Joohye-ah! Gwaenchana?” staff perpustakaan yang sedang bertugas segera berlutut membantuku berdiri.
“Gwaenchanayo, jangan khawatir bu.” Aku tersenyum kecut menahan rasa sakit.
Sekujur tubuhku seakan meleleh saat menangkap sosok yang kukenal, sosok yang membuatku selalu berdebar.. sudah berada di sini se‘pagi’ ini, duduk tenang di tempat seperti biasa. Dia melemparkan pandangan ke arahku terlihat sedikit.. khawatir? Buru-buru aku memaksakan berdiri, meyakinkan bahwa aku baik-baik saja.
“Sudah waktunya aku yang mengambil alih tugas ibu, terima kasih sudah bekerja keras hari ini!” Aku membungkukkan badanku, hal rutin yang kulakukan setiap saat berganti ‘shift’ dengan staff yang ditugaskan menjaga perpustakaan.
“Kau yakin baik-baik saja, Joohye-ah?”
“Ne, aku baik-baik saja.. jangan khawatir bu..” Aku tersenyum sambil mendorongnya ke luar dari ruangan ini.
“Istirahat yang banyak ya bu! Hehe..”
“Kau ini, yang seharusnya istirahat itu dirimu. Jangan memaksakan diri, kau bisa menutup perpustakaan lebih awal hari ini, ara.”
“Ne.. cepatlah pulang, bu! Sebentar lagi hujan!” Aku membual agar dia segera meninggalkan kami berdua.
“Jinjja?! Baiklah, ibu pulang dulu. Baik-baik ya!”
Aku tersenyum puas kembali memasuki perpustakaan tenang ini. Hanya ada dia di sini, aku menatapnya sebentar yang terus memandang ke jendela hingga mencapai mejaku. Sekitar lima belas menit kami terperangkap dalam kebisuan sampai pintu perpustakaan menimbulkan suara khas, terbuka..
Beberapa orang mulai berdatangan ke perpustakaan ini, hanya sebentar sekedar mencari buku yang dibutuhkan.. selesai melayani mereka satu per-satu aku kembali memandang namja tampan di sana. Lagi-lagi kami hanya berdua di ruang nyaman ini. Masih belum merasa baikan karena benturan tadi, aku memutuskan untuk menutup perpustakaan lebih awal hari ini. Kegiatan bersih-bersih bisa aku majukan sekarang.
Pelan aku mulai menyapu ruangan ini, kegiatan yang biasanya aku lakukan setelah menutup perpustakaan, selesai menyapu aku menyadari kaca-kaca jendela terlihat begitu buram. Tanpa pikir panjang aku mulai membersihkan satu per satu jendela tak mempedulikan namja itu bahkan rasa sakit yang masih tersisa. Sampai akhirnya hanya jendela tempat dia yang tersisa.
“Ehm.. permisi, bi..bisa kau pindah ke sana sebentar?” Aku mencoba bicara setenang mungkin sambil menunjuk bangku kosong di sisi lain.
“Wae? Aku hanya bisa melihat sosoknya dari bangku ini.” Tanpa memalingkan wajahnya ke arahku dia menolak permintaanku. Benar perkiraanku, dia memata-matai seseorang yang pastinya sangat dia sukai.
“Ta..tapi-“
“Masih jam tiga, belum waktunya kau menutup tempat ini kan?” Lagi-lagi dia berbicara tanpa memandangku, bertahan melihat ke luar sana.
“Maaf, hari ini aku tidak enak badan.. jadi, harus tutup lebih awal-“
“Mwo?” Pelan, sepasang manik matanya yang indah beralih ke mataku. Tatapan terganggu atau mungkin jengkel? Entahlah.. aku membersihkan tenggorokan sebentar sebelum berbicara.
“Ja..jadi apa kau bisa bergeser sebentar ke bangku di sana, aku ingin membersihkan jendela ini.”
“……”
Hening tak ada jawaban, dia kembali tenggelam dalam pandangannya yang mengarah ke bawah sana, aku tak sanggup menahan gemuruh di hatiku memperhatikan wajah tampannya sedekat ini. Aku hanya terdiam menggunakan kesempatan ini menatapnya tanpa berkedip.
“Eum.. me..memang si..siapa yang selalu kau perhatikan setiap hari itu? Kau menyukainya?” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulutku, tak mampu menghentikannya. Ya Tuhan, lenyapkan aku dari hadapannya sekarang..
“Bisa dibilang begitu.. seseorang yang aku sukai.. haha.. aku terlalu pengecut.. hanya bisa memandanginya seperti ini..” Diluar dugaan dia menjawabku bahkan TERSENYUM?!
Namja itu terkekeh sambil mengelus kepala bagian belakangnya. Debaran jantungku semakin kencang menyaksikan senyuman seindah ini, matanya saat tersenyum.. aku bisa mati melihatnya. Senyuman terindah yang pernah kulihat.
“Tapi, hanya melihatnya dari sini sudah lebih dari cukup..” Namja di hadapanku ini kembali tersenyum, senyuman sedih. Aku otomatis mengikuti arah bola matanya.. melihat ke bawah sana.
Apa ini? Apa mataku tak salah? Aku mengedipkan mataku berkali-kali namun.. sosok itu tetap di sana sedang berlari ke sana kemari menggiring bola di tangannya. Mencoba memastikan, aku melihat namja di sampingku sekali lagi.. benar, matanya tepat mengarah pada sosok di tengah lapangan itu yang tengah berlari lincah, hatiku tercabik menyadari dia.. sahabatku. Yah, benar.. satu-satunya yeoja di bawah sana hanyalah Min, sahabatku. Tapi aku sedikit lega, setidaknya Min sudah mempunyai pacar.
***
Sejak hari itu aku mengetahui banyak hal tentangnya, semenjak hari itu juga kami kerap saling menyapa dan mengobrol sebentar. Dia juga tak sungkan membantu pekerjaanku di perpustakaan setiap saat aku membutuhkan pertolongan, seperti mengambil buku di rak yang cukup tinggi. Dia seorang namja yang sangat mempesona, aku tak bisa menyalahkan diriku masih menyimpan perasaan ini padanya. Namanya seindah mata dan senyumnya, Lee Gikwang dari kelas X-2. Dia cukup populer di kalangan senior apalagi angkatanku.
“Yaa Joohye! Kau melamun lagi!” Teriakan Min membuyarkan bayangan Gikwang di otakku.
“Aish, tak usah berteriak!” Secepat kilat aku membalas teriakannya.
“Bagaimana aku tak berteriak, kau mau aku tinggal di kantin ini hah!”
“Mwo?” Aku melihat sekeliling sejenak sebelum kembali ke kehidupan nyataku, bisa-bisanya aku melamun di tengah lautan manusia yang memenuhi kantin ini, sangat sesak. Min berjalan di depanku, aku baru menyadari dia terlihat murung sejak pagi ini.
“Kau sudah selesai makan eh?” Pertanyaan yang hanya dijawab gelengan oleh Min. Mencium sesuatu yang janggal aku mempercepat langkahku, mencoba menyamakan posisi dengan Min.
“Y..yaa.. kau berjalan cepat sekali!” Aku refleks menarik bahunya, dan begitu syok melihat matanya basah… sembab… menangis?
“Ka..kau..”
“Joohye… aku tak sanggup melihat Seungho dengan gadis itu di sana… huhuhu.. dia benar-benar sudah mengacuhkanku..”
“Apa maksudmu?!” Aku belum mengerti arah pembicaraan ini. Seungho adalah pacar Min, bagaimana bisa dia bersama gadis lain.
“Kami sudah berakhir.. dua hari lalu.”
Tubuhku seakan tersambar petir mendengar kalimat itu, bukan karena sedih. Aku khawatir dan tak sanggup membayangkan bila Gikwang mengetahui ini. Selama ini aku tak pernah gelisah karena Min sudah mempunyai seseorang di hatinya tapi sekarang, Andwae! Aku tak bisa membayangkan namja yang kusukai berpacaran dengan sahabatku. Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku memberitahu Gikwang? Tapi hatiku terus menolaknya.
***
Aku sudah duduk manis di sebuah meja memandangi seorang namja yang sibuk dengan sosok di balik jendelanya itu, sudah menjadi kegiatan rutinku tiga minggu belakang ini. Aku merasa terlalu egois bersikap seperti tadi, aku tak bisa menghalangi perasaan seseorang. Tapi, perasaanku pada Gikwang tanpa disadari sudah sedalam ini. Hanya membayangkan dia bersama Min saja duniaku seakan hancur berkeping-keping.
“Joohye-ah, aku… sudah memutuskan akan menyatakan perasaanku pada orang yang aku sukai itu hari ini. Bagaimana menurutmu?” Tiba-tiba seseorang memecah keheningan dengan kalimat yang terdengar seperti mimpi buruk untukku.
Aku refleks mengalihkan pandanganku pada namja yang sedang tersenyum kaku, asik dengan kegiatannya, tak bisakah dia berbicara menatapku?! Ah, sebenarnya bukan itu yang membuatku kesal dan luar biasa gelisah seperti ini.
“Kau pikir kau bisa menarik perhatiannya hanya dengan bersembunyi di balik jendela, menatapnya diam-diam seperti yang kau lakukan ini hah?! Dia bahkan tak akan mengenalimu! Kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri! Kau terlalu pengecut untuk dirinya! Lupakan saja niatmu bila kau masih sepengecut ini!!”
Aku tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi bahkan terdengar dipenuhi emosi yang meluap. Gikwang terlihat sangat syok sekaligus terpukul. Namja itu kemudian tertunduk cukup lama.
“Ah.. aku.. memang pengecut..” Dia beranjak dan meninggalkan perpustakaan begitu saja, berjalan gontai. Sementara perasaan bersalah menguasaiku, aku terlalu jahat.
Apa bedanya Gikwang dengan diriku, aku juga hanya bisa memandang orang yang kusukai diam-diam tanpa pernah sekalipun memberanikan diri untuk berkata jujur tentang perasaanku padanya. Aku tak bisa membiarkan ini.. aku hanya ingin senyuman itu kembali meski harus menyakiti perasaanku sendiri. Yah, aku rela dia bersama gadis lain sekalipun asal.. senyum itu bisa kulihat lagi.
***
Sudah tiga hari sosok itu tak kunjung muncul. Hanya tinggal satu jam lagi sebelum perpustakaan ini tutup. Dan hanya tinggal dua hari lagi sebelum tugasku ini berakhir. Apa yang harus kulakukan, aku ingin berbicara dengannya sekali saja. Aku terlalu pengecut untuk menemuinya di kelas.
<KLEEK>
Bunyi khas pintu perpustakaan ini terdengar, aku melempar pandanganku ke sana secepat mungkin. Tubuhku bergetar menahan haru dan lega, aku ingin memeluk dirinya. Aku ingin meminta maaf padanya, aku ingin hubungan kami bisa seperti semula tak peduli siapa gadis yang dia sukai. Berada di sampingnya sebagai teman atau hanya sebagai penjaga perpustakaan sudah membuatku menjadi orang paling bahagia di dunia.
Dia tanpa ragu berjalan ke bangku seperti biasa. Ekor mataku terus mengawasi gerak-geriknya di balik buku yang tengah aku pegang di depan wajahku ini. Aku bahkan bisa mendengar dia bergumam saat dia duduk di bangku itu, seakan berbicara dengan jendela.
“Ahh.. aku rindu sosok cantik ini.. sudah tiga hari kita tak bertemu..”
Dia tersenyum kecut dan bergumam lagi..
“Aku hanya akan melihatmu seperti ini, karena sepertinya kau tak menyukai kehadiranku.. kau bahkan tak mungkin menerimaku..”
<PREK!>
Aku menutup buku tebal ini dengan sangat keras, Gikwang terlonjak kaget melihatku. Dengan nafas turun naik aku berdiri cepat. You have no idea how much i hate that sad expression!
“Gikwang-shi! Mianhae ucapanku kemarin..”
“Eh?… a..ani, ucapanmu kemarin memang benar..”
“Aku berebihan.. Mulai sekarang jangan pernah peduli kau akan diterima atau tidak setelah menyatakan perasaanmu, bukankah hal terpenting kau bisa menyampaikan perasaan tulusmu itu pada dirinya?”
“Jo..joohye..”
“Kau harus tahu bahwa kau namja terhebat yang pernah kukenal.. mau menghabiskan waktumu hanya untuk melihat yeoja yang kau sukai. Hal itu sudah bisa menjelaskan betapa besar perasaanmu untuknya. Dia pasti bahagia bila mengetahuinya. Dia yeoja yang beruntung. Cepat nyatakan perasaanmu sekarang! Dia masih di sana!”
Aku merasa jauh lebih baik setelah mengatakan dan menumpahkan perasaan yang membebaniku ini. Aku mengabaikan rasa khawatir, sedih, gelisah, dan kecewa karena kemungkinan besar sebentar lagi aku harus menjaga jarak dengannya. Yang pasti aku akan sangat bahagia bila berhasil mengembalikan senyuman  itu.
“Sa..rang..hae..”
Aku tak mampu bersuara ketika sepasang tangan hangat meraih tubuhku, melempar tubuhku ke dalam pelukannya. Kalimat yang baru saja kudengar itu terdengar berasal dari alam mimpi. Aku tak berhak menerima kalimat itu dari mulutnya. Kalimat itu bukan untukku, kalimat itu hanya untuk Min.
“Gi..gikwang, a..apa yang.. kau.. lakukan..?” Aku tergagap mengatasi rasa gugup di hatiku.
“Saranghae.. saranghae.. saranghaeyo.” Aku bisa merasakan darahku berhenti mengalir, jantung berdetak seratus kali lebih cepat. Namja tempat aku menyandarkan tubuhku memeluk tubuhku lebih erat, meremas kepalaku. Setelah terdiam cukup lama, aku memberanikan diri membuka suara. Mungkin dia salah mengira aku. Mungkin dia pikir aku Min.
“Gi..gikwang, a..aku bukan..Min.. Bu..bukankah seharusnya.. kau.. mengatakan itu padanya?”
“Mwo? Siapa itu Min?”
“EH?! Bi..bicara apa kau? Selama.. ini kau.. selalu mengamatinya.. di balik jendela.. itu kan..?”
Perlahan dia melepaskan pelukannya, menatap mataku sambil menahan senyum.
“Kau sendiri yang menarik kesimpulan itu. Sini ikut aku.” Pertanyaanku masih belum terjawab, namja tampan ini sudah menyeretku mendekati jendela tempat dia biasa menghabiskan waktunya di perpustakaan ini.
“Duduk di sini, dan lihat jendela di sampingmu baik-baik, aku akan duduk di sana..” Gikwang menunjuk meja librarian tempat aku selalu duduk manis, tempat aku biasa menghabiskan waktu memandanginya diam-diam. Dia mulai berjalan perlahan menuju meja itu dan… saat dia duduk di sana, semua pertanyaanku terjawab sudah.
Wajahku mendadak bersemu merah menyadari apa yang sebenarnya terjadi di antara kami berdua. Aku mengedipkan mataku, mengucek mataku bahkan mengelap jendela ini berkali-kali. Apapun yang kulakukan tak bisa mengubah pantulan di dalam jendela ini, wajah Gikwang yang tersenyum tanpa henti ke arahku dari balik meja itu terlihat sangat jelas.
“Aku.. selalu suka melihat wajahmu yang tersipu malu melihat takut-takut ke arahku. Mencoba mengintipku dari balik buku yang selalu kau pegang-”
“YAA! Hentikan Kau membuatku malu!”
Saat ini tak ada yang mengalahkan betapa panasnya wajahku. Aku tak percaya kisah ini akan berakhir sebahagia dan seindah ini.
“Ehm.. Maukah kau menjadi pacarku, Ahn Joohye?”
Aku membeku untuk beberapa saat, kalimat ini… aku harap bukan mimpi.. saranghae Lee Gikwang…
“This is the way love blooms inside our hearts.. thanks for that window..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar